Rabu, 27 Januari 2010
Syukuran Perpisahan Kepala Sekolah
Bersyukur sudah menjadi suatu hal yang harus dilakukan oleh manusia yang normal bila mendapatkan kenikmatan (makna yang selalu positif). Dengan selalu bersyukur tentu kenikmatan akan bertambah (sudah jelas dan obyektif).
Disuatu hari di Sekolah Dasar Negeri diadakan acara perpisahan Kepala Sekolah (mengakhiri masa jabatan). Namun tidak jelas apakah acara tersebut merupakan suatu keharusan (diatur) atau hanya tradisi saja (yang mungkin negatif atau positif).
Dalam acara tersebut para orang tua murid dan beberapa pejabat di lingkungan dinas terkait. Nampak hampir semua pejabat yang diundang tersebut menampakkan diri, namun agak aneh orang tua murid yang semestinya lebih banyak yang hadir ternyata hanya ada beberapa gelintir saja (dapat dihitung dengan jari tangan, padahal dari jumlah lebih banyak).
Tidak mudah menebak apa yang ada dalam pikiran para orang tua murid, sehingga mereka tidak mementingkan untuk datang dalam acara perpisahan tersebut. Entah apa alasannya? Apakah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing? Apakah ada perasaan yang tidak jelas? Atau mungkin terkait dengan perjalanan kepala sekolah ketika menjabat? Tidak tahu.
Namun secara tidak disengaja, ada guru kelas yang bertanya kepada murid-muridnya. Pertanyaan sangat singkat, apakah kalian bersedih atau bersyukur dalam acara perpisahan kepala sekolah ini? Dengan serempak murid-murid menjawab, bersyukuuur!
Pantas banyak orang tua murid yang tidak hadir, mungkin reputasi, para murid malah bersyukur, tidak ada kesan yang tersimpan, gumam guru kelas dalam hatinya.
Disuatu hari di Sekolah Dasar Negeri diadakan acara perpisahan Kepala Sekolah (mengakhiri masa jabatan). Namun tidak jelas apakah acara tersebut merupakan suatu keharusan (diatur) atau hanya tradisi saja (yang mungkin negatif atau positif).
Dalam acara tersebut para orang tua murid dan beberapa pejabat di lingkungan dinas terkait. Nampak hampir semua pejabat yang diundang tersebut menampakkan diri, namun agak aneh orang tua murid yang semestinya lebih banyak yang hadir ternyata hanya ada beberapa gelintir saja (dapat dihitung dengan jari tangan, padahal dari jumlah lebih banyak).
Tidak mudah menebak apa yang ada dalam pikiran para orang tua murid, sehingga mereka tidak mementingkan untuk datang dalam acara perpisahan tersebut. Entah apa alasannya? Apakah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing? Apakah ada perasaan yang tidak jelas? Atau mungkin terkait dengan perjalanan kepala sekolah ketika menjabat? Tidak tahu.
Namun secara tidak disengaja, ada guru kelas yang bertanya kepada murid-muridnya. Pertanyaan sangat singkat, apakah kalian bersedih atau bersyukur dalam acara perpisahan kepala sekolah ini? Dengan serempak murid-murid menjawab, bersyukuuur!
Pantas banyak orang tua murid yang tidak hadir, mungkin reputasi, para murid malah bersyukur, tidak ada kesan yang tersimpan, gumam guru kelas dalam hatinya.
Minggu, 24 Januari 2010
Kepala Sekolah Merangkap Menjadi Dukun Sunat
Entah gajinya tidak pernah lebih atau penghasilannya selalu kurang, seorang kepala sekolah memberanikan diri merangkap menjadi dukun sunat. Bagi dia menjadi dukun sunat tidak pernah terpikirkan sebelumnya, namun dengan modal nekadnya ia belajar secara autodidak (mungkin agar lebih rahasia).
Sebagai seorang kepala sekolah tentu banyak memiliki kenalan atau teman. Terutama dengan sesama kepala sekolah atau para guru (khususnya guru-guru di mana ia bertugas). Biasanya ia menawarkan jasanya sebagai dukun sunat pada waktu tertentu saja (mungkin menurut dia waktu yang tepat). Namun agak sedikit aneh, tawaran yang ia lakukan biasanya hanya kepada guru-guru yang belum menjadi pegawai tetap (masih honorer).
Bermodalkan nekad dan kepiawainnya, ternyata terdapat beberapa guru yang terpengaruh (dihipnotis kali yeee). Akibat perbuatan dukun sunat tersebut, para guru honorer sering mengeluh (mungkin curhat antara sesama guru), karena sudah beberapa lama ini honor bulanan mereka kena sunat (berapa persen ya?).
Nasib, nasib kata para guru honor serempak.
Kepala sekolah dilawan, kata si dukun sunat.
Tapi di mana ya terjadinya? Di, di, diiii, di radio.
Sebagai seorang kepala sekolah tentu banyak memiliki kenalan atau teman. Terutama dengan sesama kepala sekolah atau para guru (khususnya guru-guru di mana ia bertugas). Biasanya ia menawarkan jasanya sebagai dukun sunat pada waktu tertentu saja (mungkin menurut dia waktu yang tepat). Namun agak sedikit aneh, tawaran yang ia lakukan biasanya hanya kepada guru-guru yang belum menjadi pegawai tetap (masih honorer).
Bermodalkan nekad dan kepiawainnya, ternyata terdapat beberapa guru yang terpengaruh (dihipnotis kali yeee). Akibat perbuatan dukun sunat tersebut, para guru honorer sering mengeluh (mungkin curhat antara sesama guru), karena sudah beberapa lama ini honor bulanan mereka kena sunat (berapa persen ya?).
Nasib, nasib kata para guru honor serempak.
Kepala sekolah dilawan, kata si dukun sunat.
Tapi di mana ya terjadinya? Di, di, diiii, di radio.
Langganan:
Postingan (Atom)