Senin, 14 April 2008

Tes Psikomotor

A. Bentuk Tes Psikomotor


Tes untuk mengukur domain psikomotor adalah tes untuk mengukur penampilan atau kinerja (performance) yang telah dikuasai peserta didik. Dalam hal ini dapat berupa:

  1. Tes paper and pencil: walaupun bentuk aktivitasnya seperti tes tulis, namun yang menjadi sasarannya adalah kemampuan peserta didik dalam menampilkan karya, misal berupa desain alat, desain grafis.
  2. Tes identifikasi: tes ini lebih ditujukan untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi sesuatu hal, misal menemukan bagian yang rusak atau yang tidak berfungsi dari suatu alat.
  3. Tes simulasi: tes ini dilakukan jika tidak ada alat yang sesungguhnya yang dapat dipakai untuk memperagakan penampilan peserta didik, sehingga dengan simulasi tetap dapat dinilai apakah peserta didik sudah menguasai keterampilan dengan bantuan peralatan tiruan.
  4. Tes unjuk kerja (work sample): tes ini dilakukan dengan alat yang sesungguhnya dan tujuannya untuk mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai atau terampil menggunakan alat tersebut.


B. Penyusunan Tes Psikomotor

Tes penampilan atau perbuatan, baik berupa tes identifikasi, simulasi ataupun unjuk kerja semuanya dapat diperoleh dengan menggunakan daftar cek (check list) atau skala penilaian (rating scale) sebagai lembar penilaian (alat observasi).


C. Contoh Penyusunan Butir Soal Bentuk Daftar Cek

Misal akan dikakukan pengukuran terhadap keterampilan peserta didik menggunakan termometer badan. Dalam hal ini tentukanlah indikator-indikator yang menunjukkan peserta didik terampil menggunakan alat tersebut, yaitu sebagai berikut.

  1. Cara mengeluarkan termometer dari tempatnya.
  2. Cara menurunkan posisi air raksa serendah-rendahnya.
  3. Cara memasang termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya.


Peserta didik dinyatakan terampil dalam hal tersebut jika ia mampu melakukan urutan kegiatan tersebut dengan benar. Setelah diperoleh indikator-indikatornya, kemudian disusun butir soalnya dalam bentuk daftar cek sebagai berikut.


Beri tanda V untuk setiap penampilan yang benar dari setiap tindakan yang dilakukan peserta didik seperti yang diuraikan di bawah ini!

…. 1). Mengeluarkan termometer dari tempatnya dengan memegang bagian ujung yang tidak berisi air raksa.

…. 2). Menurunkan posisi air raksa dalam pipa kapiler termometer serendah-rendahnya.

…. 3). Memasang termometer pada tubuh pasien (di mulut atau di ketiak) sehingga bagian yang berisi air raksa kontak dengan tubuh orang yang diukur suhunya.

…. 4). …


D. Contoh Penyusunan Butir Soal Bentuk Skala Penilaian

Dalam skala penilaian, setelah diperoleh indikator-indikator keterampilan, selanjutnya ditentukan skala penilaian untuk setiap indicator. Misal, skala 5 jika suatu indikator dikerjakan dengan sangat tepat, 4 jika tepat, 3 jika agak tepat, 2 jika tidak tepat, 1 jika sangat tidak tepat. Jadi pada prinsipnya ada tingkat-tingkat penampilan untuk setiap indikator keterampilan yang akan diukur.


Contoh:


Untuk mengukur keterampilan peserta didik menggunakan termometer badan disusun skala penilaian sebagai berikut.


Lingkari angka 5 jika sangat tepat, angka 4 jika tepat, angka 3 jika agak tepat, angka 2 jika tidak tepat atau angka 1 jika sangat tidak tepat untuk setiap tindakan di bawah ini.


5 4 3 2 1

Cara mengeluarkan termometer dari tempatnya.

5 4 3 2 1

Cara menurunkan posisi air raksa serendah-rendahnya.

5 4 3 2 1

Cara memasang termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya.



E. Teknik Penskoran Tes Psikomotor

Misal terdapat 6 butir soal yang dipakai untuk mengukur kemampuan peserta didik dengan skala penilaian. Jika untuk butir 1 seorang peserta didik memperoleh skor 5 berarti sempurna/benar, butir 2 memperoleh skor 4 berarti benar tetapi kurang sempurna, butir 3 memperoleh skor 4 berarti benar tetapi kurang sempurna, butir 4 memperoleh skor 3 berarti kurang benar, butir 5 memperoleh skor 3 berarti kurang benar dan butir 6 memperoleh skor 3 berarti kurang benar, maka skor totalnya adalah (5 + 4 + 4 + 3 + 3 + 3).


Seorang peserta didik yang gagal akan memperoleh skor 6 dan yang berhasil melakukan dengan sempurna memperoleh skor 30, maka median skornya adalah (6 + 30)/2 = 18. Jika dibagi menjadi 4 kategori, maka yang memperoleh skor 6 – 12 dinyatakan gagal, skor 13 – 18 dinyatakan kurang berhasil, skor 19 – 24 dinyatakan berhasil, skor 25 – 30 dinyatakan sangat berhasil. Dengan demikian peserta didik yang memperoleh skor 22 dapat dinyatakan sudah berhasil tetapi belum sempurna. Jika sifat keterampilannya absolut, maka setiap butir harus dicapai dengan sempurna (skala 5). Oleh karena itu hanya peserta didik yang memperoleh skor 30 yang dinyatakan berhasil dengan kategori sempurna.

Instrumen Afektif

A. Penyusunan Instrumen Afektif


Komponen afektif ikut menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Paling tidak ada dua komponen afektif yang penting untuk diukur, yaitu sikap dan minat terhadap suatu mata pelajaran. Sikap peserta didik terhadap pelajaran bisa positif, bisa negatif atau netral. Tentu diharapkan sikap peserta didik terhadap semua mata pelajaran positif sehingga akan timbul minat untuk mempelajarinya. Peserta didik yang memiliki minat terhadap suatu pelajaran tertentu bisa diharapkan prestasi belajarnya akan meningkat secara optimal, bagi yang tidak berminat sulit untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Oleh karena itu, guru memiliki tugas untuk membangkitkan minat kemudian meningkatkan minat peserta didik terhadap pelajaran yang diampunya. Dengan demikian akan terjadi usaha yang sinergi untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran.


Langkah pembuatan instrumen afektif termasuk sikap dan minat adalah sebagai berikut:

  1. Pilih domain afektif yang akan dinilai, misal sikap atau minat.
  2. Tentukan indikator minat, misal kehadiran di kelas, suka bertanya, tepat waktu dalam mengumpulkan tugas, catatan di buku rapi. Hal ini selanjutnya ditanyakan kepada peserta didik.
  3. Pilih tipe skala yang digunakan, misal Likert dengan 5 skala: Sangat Berminat, Berminat, Sama saja, Kurang Berminat, Tidak Berminat.
  4. Telaah instrumen oleh sejawat.
  5. Perbaiki instrumen.
  6. Siapkan kuesioner atau inventori laporan diri.
  7. Skor inventori.
  8. Analisis hasil inventori skala minat atau skala sikap.


Contoh:

Untuk mengukur minat peserta didik terhadap mata pelajaran matematika disusun skala penilaian sebagai berikut.

Berilah tanda (v) pada SB (Sangat Berminat), B (Berminat), SS (Sama Saja), KB (Kurang Berminat), atau TB (Tidak Berminat) untuk setiap pernyataan di bawah ini.


Pernyataan

SB

B

SS

KB

TB

1

Setiap ada jam pelajaran matematika, saya berusaha hadir (masuk kelas).

5

4

3

2

1

2

Apabila diberi PR pelajaran matematika, saya mengerjakannya dengan segara.

5

4

3

2

1








B. Teknik Penskoran Pengukuran Afektif

Misal dari instrumen untuk mengukur minat peserta didik yang telah berhasil dibuat ada 10 butir. Jika rentangan yang dipakai 1 sampai 5, maka skor terendah seorang peserta didik adalah 10, yaitu dari 10 x 1. Skor tertinggi sebesar 50, yaitu dari 10 x 5. Dengan demikian mediannya adalah (10 + 50)/2 atau sebesar 30. Jika dibagi menjadi 4 kategori, maka skala 10 – 20 termasuk tidak berminat, 21 – 30 kurang berminat, 31 – 40 berminat dan 41 – 50 sangat berminat.



Catatan:

Minat adalah kecendrungan hati yang tinggi terhadap sesuatu.

Sikap adalah perbuatan yang berdasarkan pada pendirian, keyakinan.

(Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Balai Pustaka, 2005)

Kamis, 03 April 2008

Pedoman Penskoran Tes Kognitif

1. Contoh Penskoran Soal Pilihan Ganda

Cara penskoran tes bentuk pilihan ada dua, yaitu: pertama tanpa ada koreksi terhadap jawaban tebakan, kedua adalah adanya koreksi terhadap jawaban tebakan.

1. Penskoran tanpa koreksi terhadap jawaban tebakan adalah satu untuk setiap butir soal yang dijawab benar, sehingga jumlah skor yang diperoleh siswa adalah banyaknya butir soal yang dijawab benar.

Skor = (B/N) x 100

B = banyaknya butir soal yang dijawab benar

N = banyaknya butir soal

Contoh:

Banyaknya soal tes ada 40 butir.

Banyaknya jawaban yang benar ada 20 butir.

Jadi skor yang diperoleh adalah:

Skor = (20/40) x 100 = 50.

2. Penskoran dengan koreksi terhadap jawaban tebakan adalah sebagai berikut:

Skor = {[B – (S/(P – 1))]/N}x 100

B = banyaknya butir soal yang dijawab benar

S = banyaknya butir soal yang dijawab salah

P = banyaknya pilihan jawaban tiap butir soal

N = banyaknya butir soal

Butir soal yang tidak dijawab diberi skor 0.

Contoh:

Soal bentuk pilihan ganda yang terdiri 40 butir soal dengan 4 pilihan untuk setiap butir soal. Bila banyaknya butir soal yang dijawab benar ada 20, yang dijawab salah ada 12 dan yang tidak dijawab ada 8, maka skor yang diperoleh adalah:

Skor = {[20 – (12 / (4 – 1))]/40}x 100 = 40.


2. Contoh Pedoman Penskoran Soal Uraian Obyektif

Contoh:

Suatu bak mandi berbentuk balok berukuran panjang 150 cm, lebar 80 cm dan tinggi 75 cm. Berapa literkah isi bak mandi tersebut? (untuk menjawabnya tuliskan langkah-langkahnya!)


Pendoman penskorannya adalah:


Langkah

Penyelesaian

Skor

1

Isi balok = panjang x lebar x tinggi

1

2

3

= 150 cm x 80 cm x 75 cm

= 900. 000 cm3

1

1

4

Isi bak mandi dalam liter adalah:

(900.000/1000) liter

1

5

= 900 liter

1

Skor maksimum

5


3. Contoh Pedoman Penskoran Soal Uraian Non-Obyektif

Contoh:

Tulislah alasan-alasan yang membuat Anda bangga sebagai bangsa Indonesia!

Pedoman penskoran

Jawaban boleh bermacam-macam namun pada pokok jawaban tadi dapat dikelompokkan sebagai berikut.


Kriteria Jawaban

Rentang Skor

Kebanggaan yang berkaitan dengan kekayaan alam Indonesia

0 – 2

Kekayaan yang berkaitan dengan keindahan tanah air Indonesia (pemandangan alamnya, geografisnya, dll)

0 – 2

Kebanggaan yang berkaitan dengan keanekaragaman budaya, suku, adat istiadat tetapi tetapi bersatu

0 – 2

Kebanggaan yang berkaitan dengan keramahtamahan masyarakat Indonesia.

0 – 2

Skor maksimum

8

Rabu, 02 April 2008

Pengembangan Tes Uraian

Mengapa Menggunakan Tes Uraian?

No

Unsur

Tes Uraian

1.

Proses berpikir yang ingin diukur

Dapat digunakan untuk mengukur semua jenjang proses berpikir tetapi lebih tepat digunakan untuk mengukur proses berpikir analisis, sintesis dan evaluasi.

2.

Sampel materi yang ditanyakan

Hanya dapat menanyakan sedikit materi.

3.

Penyusunan pertanyaan

Untuk membuat butir soal yang baik sukar tetapi lebih mudah jika dibandingkan dengan tes obyektif.

Waktu yang diperlukan untuk menyusun satu set tes singkat.

4.

Pengolahan hasil tes

Adanya unsur subyektivitas dalam pemeriksaan.

Ketetapan hasil pemeriksaan rendah.

5.

Jawaban siswa

Dalam menjawab, siswa dapat mengemukakan, mengorganisasikan, menghubungkan dan menganalisis idenya sendiri.

6.

Pengganggu hasil tes

Kemampuan siswa dapat terganggu oleh kemampuan menulis dan bercerita.



Keunggulan Tes Uraian


  1. Tepat digunakan untuk mengukur proses berpikir tinggi.
  2. Tepat untuk mengukur hasil belajar yang kompleks yang tidak dapat diukur dengan tes obyektif.
  3. Waktu yang diperlukan untuk menulis satu set tes uraian (untuk satu waktu ujian) lebih cepat dari pada waktu yang diperlukan untuk menulis satu set tesobyektif.
  4. Menulis tes uraian yang baik relatif lebih mudah dari pada menulis tes obyektif (pilihan ganda) yang baik.


Kelemahan Tes Uraian

  1. Hanya sedikit materi yang dapat ditanyakan dalam satu kali waktu ujian.
  2. Sukar memeriksa jawaban

Pemberian skor yang kurang obyektif dan kurang konsisten dapat disebabkan karena beberapa hal, antara lain:

a. Adanya Hallo Effect

b. Adanya Carry Over Effect

· Efek dari butir soal ke butir soal yang lain (item to item carry over efect).

· Efek dari satu siswa ke siswa yang lain (test to test carry over effect).

c. Adanya Order Effect (Urutan Pemeriksaan).

d. Pengaruh penggunaan bahasa.

e. Pengaruh tulisan tangan.


Beberapa upaya yang dapat ditempuh untuk meminimalkan kelemahan tes uraian antara lain:

  1. Memperbanyak jumlah materi yang diteskan (validitas isi), gunakan tes uraian terbatas sehingga untuk mengerjakan satu butir soal bisa lebih cepat (waktu terbatas).

2. Upaya mengurangi unsur subyektivitas pemeriksa, dengan ujian tanpa nama.

3. Upaya untuk mengatasi kesulitan dalam memeriksa hasil tes siswa (kesulitan dalam pemberian skor yang obyektif dan konsisten ): (i) gunakan tes uraian terbatas, (ii) gunakan dua pemeriksa, unsur subyektivitas dapat diminimalkan (adanya pedoman pemberian skor).

4. Upaya untuk mengurangi Hallo Effect dengan menghilangkan atau menutup peserta tes (tidak mengenal hasil tes siapa yang sedang diperiksa).

5. Upaya untuk menghindari Carry Over Effect dengan memeriksa soal nomor 1 untuk seluruh siswa, kemudian soal nomor 2 untuk seluruh siswa begitu seterusnya sampai jawaban butir soal terakhir.

6. Upaya untuk mengatasi Order Effect dengan berhentilah memeriksa jika sudah merasa lelah (ditunda dulu).


Bagaimana Menulis Tes Uraian?

  1. Tulislah tes uraian berdasarkan perencanaan tes yang telah dibuat.
  2. Gunakan tes uraian untuk mengukur hasil belajar yang tidak tepat jika diukur dengan tes obyektif.
  3. Untuk membantu mempermudah dalam membuat tes uraian agar dapat mengukur jenjang berpikir tinggi, kembangkanlah butir soal itu dari suatu kasus kemudian tulislah beberapa pertanyaan yang diinginkan.
  4. Gunakan tes uraian terbatas, (i) memperkecil kemungkinan salah penafsiran pertanyaan soal, (ii) sample materi bisa lebih banyak,(iii) lebih mudah memeriksa jawaban siswa, (iv) pemberian skor dapat lebih obyektif dan konsisten.
  5. Usahakan agar pertanyaan yang diberikan mengungkap pendapat siswa bukan sekedar menyebutkan rumus, definisi atau teorema (dalil).
  6. Pertanyaan harus jelas dan tegas sehingga tidak menimbulkan salah tafsir bagi siswa.
  7. Rancanglah sejumlah pertanyaan yang dapat dikerjakan oleh siswa dalam satu waktu ujian yang ditentukan (mempertimbangkan kemampuan dan kecepatan menulis siswa).
  8. Hindari penggunaan pertanyaan pilihan (jika siswa mengerjakan tes yang berbeda berarti kemampuan siswa diukur dengan alat ukur yang berbeda, dengan demikian kesamaan alat ukur untuk menilai hasil belajar siswa tidak sama).
  9. Pada setiap butir soal, tuliskan skor maksimal yang dapat diperoleh siswa apabila dapat mengerjakan butir soal tersebut dengan benar (siswa dapat memprediksi skor yang diperoleh setelah ia mengerjakan keseluruhan soal tersebut).


Sebelum butir soal digunakan untuk mengukur belajar siswa, butir soal tersebut harus ditelaah dahulu. Berikut ini adalah daftar cek yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam menelaah butir tes uraian.


No.

Pertanyaan Penelaahan

Ya

Tidak

1

Apakah tipe tes ini paling tepat digunakan untuk mengukur tujuan pembelajaran yang diinginkan?



2

Apakah tes ini sudah digunakan untuk mengukur jenjang berpikir tinggi?



3

Apakah pertanyaan yang dirumuskan dapat mengukur tujuan pembelajaran yang diinginkan?



4

Apakah pertanyaan sudah dirumuskan dengan jelas sehingga siswa tahu apa yang harus dijawab?



5

Apakah jumlah butir soal tersebut dapat dikerjakan dalam satu waktu ujian yang telah ditetapkan?



6

Apakah setiap siswa diberi kesempatan yang sama untuk mengerjakan tes yang sama?



7

Jika butir tes tersebut direvisi, apakah masih tetap dapat mengukur tujuan yang sama?



8

Apakah jumlah skor maksimal pada setiap butir soal sudah tepat dan dicantumkan?



9

Apakah butir soal tersebut sudah ditulis berdasarkan kisi-kisi?




Bagaimana Membuat Perencanaan Tes Uraian?

Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam membuat perencanaan tes uraian adalah:

  1. Menentukan tujuan pembelajaran yang ingin diukur (penerapan, analisis,sintesis atau evaluasi), diambil dari Satuan Pembelajaran (SP) atau Rencana Pembelajaran (RP).

2. Menentukan sampel yang representatif (pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang akan diujikan), semakin representatif materi yang diujikan maka validitas isi semakin baik.

3. Menentukan jenis tes yang akan digunakan (tes uraian terbatas atau tes uraian terbuka) terkait dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, untuk memperbanyak sampel materi disarankan menggunakan tes uraian terbatas.

4. Menentukan tingkat kesukaran butir soal, terkait dengan interpretasi skor yang akan digunakan untuk memberikan nilai kepada siswa (PAN atau PAP).

5. Menentukan waktu ujian (mempertimbangkan jumlah soal dan kompleksitas proses berpikir).

6. Menentukan jumlah butir soal (terkait dengan jenis tes uraian, kompleksitas proses berpikir dan tingkat kesukaran butir soal).


Bagaimana Memeriksa Hasil Tes Uraian?

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat pedoman penskoran adalah:

  1. Tulislah jawaban terbaik dari soal tersebut.

2. Jika ada alternative jawaban yang lain dari pertanyaan tersebut maka harus ditulis.

3. Kata kunci apa yang harus ada pada jawaban tersebut.

4. Berikan skor pada setiap kata kunci yang diharapkan ada pada jawaban siswa.

5. Kata kunci yang dianggap mempunyai bobot lebih dari yang lain dapat diberi skor lebih tinggi.

6. Cantumkan skor maksimal pada setiap butir soal.